Kematian adalah teka-teki tanpa jawaban, hingga terjawab oleh waktu dan keadaan. Lalu Anda berbicara tentang kematian seolah ia adalah peristiwa yang paling menakutkan.
Bukankah ketika di dunia Anda sibuk dengan perkara melalaikan? Seolah hari mati itu perihal kesekian. Konon Anda masih muda, masih punya umur panjang. Tetapi sampai kapan?
Tentang Kematian
Jika Anda pernah membaca buku “Psikologi Kematian” karya Komaruddin Hidayat, Anda mungkin masih ingat bagaimana penulis menggambarkan kematian sebagai suatu ‘jalan pulang’.
Bayangkan Anda sudah lama sekali kuliah di luar negeri. Tidakkah Anda akan rindu suasana di rumah? Lalu, bukankah saat akan berangkat pulang ke rumah menjadi momen yang paling membahagiakan?
Ibarat seperti orang rantau pulang kerumah, begitulah gambaran kematian. Dunia ini adalah tempat para musafir. Anda adalah anak rantau yang suatu saat akan pulang menuju rumah keabadian (akhirat).
Mengapa kita takut mati?
Entah. Tentu ada jawaban berbeda pada setiap individu. Hanya saja, satu hal yang pasti bahwa kita semua ini adalah manusia penuh dosa.
Siapa yang berani bilang “Aku tidak punya dosa!”… Tentu saja, Anda akan menggeleng kepala. Saya juga tidak berani.
Nah, berarti Anda sebenarnya sadar bahwa Anda punya dosa. Sadar juga bahwa pendosa itu tempatnya di neraka.
Tetapi ketika berdoa Anda dengan berani minta Surga. Tak tanggung, surga Firdaus malah. Memang antum siapa?
Coba tanya pada diri, solat taubat apa sudah rutin? Maksiat sudah ditinggalkan? Ibadahnya sudah rajin? Sudah layak belum surga Firdaus itu Anda tempati?…
Coba evaluasi lagi. Bisa jadi, dosa yang menumpuk itulah menjadi sebab mengapa Anda takut mati!
Bekal menuju akhirat
Orang-orang yang sadar bahwa dunia adalah tempat persinggahan akan selalu mendambakan kematian.
Mereka tidak akan terbuai dengan segala permainan yang ditawarkan dunia karena mereka sedang sibuk mengumpul ‘bekal’ untuk dibawa ‘pulang’.
Entah itu dengan memperbanyak amalan sunnah dan meningkatkan amalan rutin, atau menyebar kebaikan kepada orang lain.
Saya jadi teringat kata-kata ustaz Zaky A. Rivai, pada salah satu postingan Instagramnya;
“kita ini di dunia cuma ngantri mati. Biar ga bete, ga bosen, karena ngantri itu lama, kita dikasi mainan sama Allah, supaya kita bisa berlomba. Di lomba itu nanti ada yang menang ada yang kalah.. ada sedih ada senang”
Tips agar tidak takut mati
Kematian sering dikaitkan dengan kecemasan pada lansia. Jika pernah membaca penelitian tentang cara menghadapi kematian, tidak sedikit kita akan menemukan terapi menghadapi rasa cemas, terapi kesejahteraan, terapi zikir dan beberapa terapi lainnya.
Saya tertarik mempelajari serta mencari tau solusi menghadapi kematian tanpa harus cemas atau takut. Akhirnya, saya mendapat insight dari sebuah postingan video yang saya tonton beberapa hari lalu.
Inti dari video tersebut adalah; “Manusia meninggal dalam kebiasaan yang sering ia lakukan”.
Sebagai contoh, pada bulan suci Ramadhan yang lalu, seorang hafidz sekaligus guru ngaji al-Qur’an di Turki, Mehmed Ali Seflek, meninggal ketika sedang membaca al-Qur’an.
Beliau menghembuskan nafas terakhir saat membaca al-Qur’an dengan wajah tertelungkup di atas mushaf.
Masih pada tahun yang sama, kematian dengan cara berbeda dapat kita lihat pada seorang Penyanyi Amerika, David Olney.
Artis Barat itu menghembuskan nafas terakhirnya saat sedang manggung di pertunjukan 30 A Songwriters Festival di Santa Rosa Beach, Florida, pada Sabtu 18 Januari 2020.
Dua contoh kasus kematian diatas tentu saja sangat berbeda sekali. Persamaannya, mereka sama-sama telah meninggal. Namun, jelas dapat kita lihat bahwa mereka meninggal dalam kebiasaan sehari-hari.
Seorang hafidz yang sering membaca al-Qur’an serta mengajarkannya, meninggal bersama al-Qur’an.
Manakala seorang penyanyi yang sering manggung kemana-mana, meninggal diatas panggung! Lalu, bagaimana cara Anda meninggal?
Jangan tanya saya. Tetapi lihatlah pada apa dan bagaimana rutinitas Anda sehari-hari.
Kematian sebagai pengakhiran abadi
Berbicara tentang kematian tidak perlu mengundang rasa takut. Justru, kita dinasehati untuk lebih sering mengingat mati, agar tidak sombong dimuka bumi ini.
Ingatkah Anda pada ikrar suci sewaktu berdiri mengadap kiblat setiap hari?
”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam’.”
*Terjemahan doa iftitah, dibaca dalam setiap solat fardu.
Nah, padahal setiap hari kita sudah berjanji dihadapan Allah. Seperti mana hidup, kita juga mati hanya untuk Allah. Lalu apa lagi yang ditakuti dari sebuah kematian yang pasti?
Masih cemas? Tenang, wajar kok. Berarti Anda adalah insan terpilih yang disayang Allah. Diberi rasa cemas supaya Anda bersegera sujud pada Allah.
Jika tidak cemas ketika mengingat mati, bisa jadi ibadah Anda lalai, karena tidak takut pada azab Allah lagi.
Mulai sekarang, segera beribadah dengan rajin. Tingkatkan ibadah rutin. Semoga semua pembaca tulisan ini mendapat kematian yang diridhai-Nya, dan pengakhiran hidup yang Khusnul Khatimah, insya-Allah.